Antara Menuntut Ilmu dan Menikah

TANYA JAWAB dengan Syaikh Kholid bin Ali al-Musyaiqih – hafizhohulloh.

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh. Semoga Alloh berbuat kebaikan kepada Anda wahai Syaikh.
Wahai Syaikh, saya sekarang berada pada awal permulaan jalan menuntut ilmu. Dan karena melihat berbagai fitnah pada zaman kita ini, jiwaku berkeinginan untuk menikah. Apakah pernikahan akan berpengaruh kepada tholabul ilmi, sedangkan saya sekarang berumur dua puluh satu tahun? Apa nasihat Anda kepadaku, apakah saya terus maju untuk menikah ataukah menunggu sampai saya memperoleh bagian dari ilmu? Semoga Alloh memberkati Anda.

Jawaban:
Alhamdulillah, wash-Sholatu was salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala Alihi wa Shohbihi ajma’in.
Kami katakan bahwa menikah dengan izin Alloh tidak akan menghalangi menuntut ilmu. Jika seseorang bersungguh-sungguh, semangat dan memberikan perhatian, maka hal itu tidak akan menghalanginya. Bahkan dia bisa menundukkan pernikahan ini dalam pencariannya terhadap ilmu. Yaitu dengan cara saling tolong menolong bersama istrinya dalam mudzakaroh (mengingat-ingat) pelajaran, muroja’ah (mengulang-ulang) pelajaran dan hapalan… dst.
Maka apa yang Alloh dan Rosul-Nya perintahkan ini tidak mungkin menjadi penghalang dari amalan-amalan shalih. Bahkan jika orang itu sebagaimana yang kami sebutkan, sungguh-sungguh, benar-benar perhatian, dan mampu mengatur waktunya, niscaya dia akan mampu menundukkan perkara ini sehingga menjadi sarana atau faktor yang akan membantunya dalam menuntut ilmu, dan akan memberikan hawa yang sesuai baginya agar dia bisa menuntut ilmu.
Para sahabat dahulu juga menikah. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan dan menganjurkan menikah. Bersamaan dengan itu, mereka mengambil (ilmu) dari Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam -. Demikian juga para salafus shalih, mereka menikah dan juga mengambil ilmu dari ulama mereka. Dan hal itu tidak menghalangi mereka dari menuntut ilmu.

Menikah ataw Menuntut Ilmu???

Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya serta orang-orang yang berpegang teguh dengan ajarannya hingga akhir zaman.
Saudaraku –semoga dirahmati Allah-, keinginan anda untuk segera menikah sangatlah terpuji, apalagi faktor yang mendorongnya adalah karena khawatir terjerumus ke dalam fitnah wanita yang merupakan fitnah terbesar dan membahayakan bagi kaum laki-laki dari umat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah) wanita. [HR. Bukhari (no.5096) dan Muslim (no.7122)]
Karena wanita, terjadilah pertikaian, permusuhan dan bahkan pembunuhan antara kaum lelaki. Karena wanita pula, laki-laki sholih yang berilmu tergelincir dalam jurang kemaksiatan dan kekejian.
Maka dari itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan kaum lelaki yang telah mampu agar segera menikah, beliau bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).” [HR. Al-Bukhari (no.5066), Muslim (no.1402), dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu]
Maka dari itu, janganlah rasa malu atau minder anda karena sedikitnya ilmu dan penghasilan menghalangi anda untuk mengamalkan sunnah (tuntunan) nabi yang mulia ini. Apalagi dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan untuk terjerumus ke dalam perbuatan zina. Maka lebih ditekankan lagi untuk segera menikah tanpa menunda-nundanya. Barangsiapa menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka Allah pasti menolongnya. Ini berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِى يُرِيدُ الأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِى يُرِيدُ الْعَفَافَ
“Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; pejuang di jalan Allah, seorang budak yang ingin menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, dan orang yang menikah karena ingin memelihara kesucian dirinya.” [HR. At-Tirmidzi (no.1352), Ibnu Majah (no.1512) dan di-hasan-kan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykaah (nomor.3089), Shahiih an-Nasa-i (no.3017), dan Shahiihul Jaami’ (no.3050).]
Namun di saat anda berkeinginan keras untuk segera menikah, tiba-tiba anda juga mengalami kebingungan antara menikah dan menuntut ilmu, manakah yang mesti anda dahulukan?
Maka kami katakan bahwasanya kedua hal tersebut merupakan ibadah yang agung dan memiliki keutamaan-keutamaan yang besar. Jadi, apabila anda merasa memiliki kemampuan untuk menggabungkan antara kedua hal yang bermanfaat tersebut, maka lakukanlah, dan ini yang diharapkan oleh kita semua. Bahkan pernikahan bagi sebagian orang tidak menjadi pengahalang untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i.
Maka apabila anda benar-benar perhatian dan mampu mengatur waktu anda, niscaya anda akan mampu menundukkan perkara ini sehingga menjadi sarana atau faktor yang akan membantu anda dalam menuntut ilmu. Apalagi kalau kita baca kitab sejarah kehidupan generasi salafus sholih, maka kita akan dapatkan bahwa keadaan mereka membuktikan apa yang telah kami sebutkan tadi.
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum dahulu juga menikah. Dan bersamaan dengan itu, mereka bersemangat menuntut ilmu secara langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian juga para salafus sholih, mereka menikah dan juga mengambil ilmu dari ulama mereka. Dan hal itu tidak menghalangi atau mengendorkan semangat mereka dari menuntut ilmu.
Akan tetapi, bagi sebagian orang lain barangkali menggabungkan antara keduanya sangatlah sulit, maka hendaklah ia mendahulukan salah satu dari keduanya yang dipandang paling mendesak.
Saudariku seislam, bila anda merasa mampu mengendalikan syahwat, maka dahulukanlah menunut ilmu dan bersabarlah. Sebagaimana perkataan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu: “Carilah ilmu sebelum datang masa lemah.” Apalagi dalam membina rumah tangga anda akan menghadapi banyak problem dan tantangan, maka dibutuhkan ilmu yang cukup khususnya ilmu yang berkenaan dengan masalah fikih pernikahan dan keluarga. Seperti bagaimana memilih calon istri, menyelenggarakan walimah yang islami, menggauli istri, menyikapi konflik suami istri dan solusinya, dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan prinsip agama Islam, yakni berilmu terlebih dahulu baru setelah itu berkata dan beramal di atas ilmu.
Akan tetapi bila kondisinya tidak memungkinkan bagi anda untuk menunda pernikahan, dengan sebab tidak mampu menahan syahwat dan bila ditunda maka ditakutkan atau diduga kuat terjerumus ke dalam perbuatan zina, maka hendaklah anda segera mendahulukan menikah. Pilihlah wanita yang baik agama dan akhlaknya, kemudian selanjutnya terserah anda mau menambah kriteria yang lainnya, seperti kecantikannya, keturunannya, kedudukannya, hartanya, pendidikannya atau kriteria lain yang anda kehendaki. Asalkan kriteria utama, yakni agama dan akhlak yang baik harus ada, sebab kalau tidak, maka yang terjadi adalah kerugian dan kerusakan dalam rumah tangga anda sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu biasa dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena kemuliaan keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, karena kalau tidak niscaya engkau akan merugi”. [HR. Bukhari (no.5090) dan Muslim (no.1466)].
Jadi, dalam menentukan pilihan mana yang mesti didahulukan, menikah dulu atau menuntut ilmu dulu atau menggabungkan keduanya? Anda sendiri yang bisa mengetahui kondisi dan kemampuan diri anda. Tapi bila anda masih bingung dan tetap bingung, mintalah petunjuk dari Allah, lalu bermusyawaralah dengan keluarga anda atau orang-orang yang dapat anda percaya mampu memberikan keputusan. Insya Allah anda tidak meleset dan keliru dalam mengambil keputusan.  Wallahu a’lam bish-showab.